Selasa, 25 Februari 2014

Kabuki

Yosh! Yosh!
Minna-san... Ogenki desuka?
Kalian suka dengan budaya Jepang? Pernah dengar kata ‘Kabuki’? Atau jangan-jangan sudah paham betul? Atau nggak pernah dengar sekali pun? Atau... pernah dengar tapi belum tau tuh apa yang dimaksud Kabuki? Eh. Tenang! Disini saya akan membantu teman-teman, Apa sih Kabuki itu?

Kabuki. Bagi penikmat seni teater Jepang, pasti tidak ada yang asing dengan kata Kabuki. Karena, Kabuki sendiri adalah seni teater tradisional dari Jepang. Kabuki sudah ada sejak 400 tahun lalu. Kabuki juga tidak pernah lepas dari pertunjukan musik dan tarian, karena memang musik dan tarian lah yang menjadi pokok dari pementasan Kabuki.



Sejarah kabuki dimulai pada tahun 1603. Sebuah pertunjukan dramatari yang dibawakan wanita bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Tidak jelas siapa wanita yang bernama Okuni tersebut. Tetapi kemungkinan besar Okuni adalah seorang miko asal kuil Izumo Taisha, atau juga seorang kawaramono (sebutan seperti menghina untuk orang kasta rendah yang tinggal di tepi sungai).

Saat Okuni mulai mementaskan tarian di luar Kyoto, ibukota kuno Jepang. Pertunjukan Kabuki menjadi terkenal sehingga sejumlah penari dan musisi lain membentuk grup kabuki milik mereka sendiri. Pertunjukan kabuki yang digelar sekelompok wanita penghibur disebut Onna-kabuki (kabuki wanita), sedangkan kabuki yang dibawakan remaja laki-laki disebut Wakashu-kabuki (kabuki remaja laki-laki).

Dalam perkembangannya, kabuki digolongkan menjadi Kabuki-odori (kabuki tarian) dan Kabuki-geki (kabuki sandiwara). Kabuki-odori dipertunjukkan dari masa kabuki masih dibawakan Okuni. Kemudian hingga di masa kepopuleran Wakashu-kabuki, oleh remaja laki-laki yang menari diiringi dengan sebuah lagu yang sedang populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu, Kabuki-odori juga bisa berarti pertunjukan yang lebih banyak tarian dan lagu dibandingkan dengan porsi drama yang ditampilkan.


Izumo no Okuni
Musik mempunyai peranan sangat penting dalam pementasan Kabuki. Musik Kabuki dibagi menjadi dua yaitu shosa ongaku dan geza ongaku. Shosa ongaku menggunakan alat musik shamisen yang mengiringi tayu untuk menambah jelasnya pelaku dalam aktingnya. Sedangkan geza ongaku, yaitu musik yang melengkapi pertunjukan kabuki dari belakang panggung. Musik pengiring kabuki dibagi berdasarkan arah sumber suara. Musik yang dimainkan di sisi kanan panggung dari arah penonton disebut gidayƫbushi. Sedangkan, musik yang dimainkan di sisi kiri panggung dari arah penonton disebut geza ongaku, dan musik yang dimainkan di atas panggung disebut debayashi.

Dalam pementasan drama kabuki, unsur tari menjadi penunjang yang sangat penting, karena setiap bentuk tarian akan menjadi klimaks dari sebuah lakon yang dipentaskan. Ada 2 jenis tarian yang digunakan dalam pementasan drama klasik kabuki yaitu tarian selingan dan tarian drama. Tarian selingan hanya ditampilkan sebagai sisipan diantara pergantian babak dalam drama klasik pementasan kabuki. Tujuan sendiri adalah untuk menghilangkan kejenuhan bagi penonton. Sementara Tarian drama ditampilkan dengan di iringan musik secara lengkap. Tarian ini bertujuan menunjang gerakan para pemain kabuki dalam memainkan lakon yang diperankan sehingga menjadi lebih menarik. Pada umumnya tarian ini memaparkan suatu cerita secara lengkap sesuai dengan skenario drama yang dipentaskan.

Kementerian Pendidikan Jepang menetapkan kabuki sebagai warisan agung budaya nonbendawi. UNESCO juga telah menetapkan kabuki sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. Wahh... Kerennya.


Tapi, usut punya usut nih. Pada waktu itu, karena pada pementasan kabuki diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah, seni teater kabuki tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat kelas atas. Wah.. sayang donk! Dan lebih parahnya lagi, beberapa artis kabuki perempuan menjadi populer untuk lagu-lagu mesum dan tarian provokatif mereka. Hmm.. Kok bisa ya?